Kamis, 08 Mei 2014

IFRS DAN MANAJEMEN LABA

Dalam era globalisasi semua aspek kehidupan berkembang dengan sangat pesat. Misalnya saja dalam dunia bisnis, hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai entitas multinasional. Berbagai transaksi internasional lintas negara pun menjadi sangat mudah dan sederhana. Namun masalah muncul ketika  standar akuntansi  yang  dipakai suatu negara berbeda  dengan  standar  akuntansi yang  dipakai  di  negara  lain. Perbedaaan tersebut akan menghambat dalam berbagai kegiatan bisnis seperti menukar atau membagi hasil keuangan dari aktivitas bisnis, menjadi  hambatan  investasi  antar negara, pelaporan hasil bisnis dan kegiatan lainnya. Lain halnya jika terdapat  keseragaman  standar  akuntansi akan  memudahkan  investor / calon  investor dari negara lain memahami  laporan keuangan  entitas. Maka dari itu dibutuhkan standar akuntansi universal yang dapat menyajikan informasi akuntansi berkualitas tinggi, transparan dan dapat diperbandingkan dan diterima oleh para investor, kreditor, analis keuangan, maupun pengguna laporan keuangan lainnya.
Pada awal tahun 90-an, entitas di Indonesia masih berkiblat pada GAAP karena saat itu perkembangan ekonomi Amerika masih menjadi patokan perkembangan bisnis dunia. Namun seiring perkembangan jaman, standar Akuntansi Indonsia yg berpedoman pada GAAP sudah tidak relevan lagi, karena GAAP masih menganut asumsi historical cost. Historical cost  merupakan  jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain  yang  diserahkan  untuk  memperoleh  aset  pada  saat  perolehan  atau  konstruksi, atau  jika Dapat  diterapkan  jumlah  yang  dapat  diatribusikan  langsung   ke  aset  pada  saat  pertama  kali  diakui sesuai  dengan  persyaratan  tertentu  didalam  PSAK  lain  (PSAK  19,  revisi  2009).  Kelemahan  dari historical cost  adalah  kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnyaSehingga harus diadakan restorasi untuk standar akuntansi internasional yg di anut Indonesia. Sedangkan Standar  IFRS  lebih  condong  pada  penggunaan  nilai  wajar,  terutama  property  investasi, beberapa  aset  tak  berwujud,  aset  keuangan,  dan  aset  biologis.  Dengan  demikian  maka  diperlukan sumber daya yang kompeten untuk menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan penilai terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif.  Nilai wajar  (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran asset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable)  dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction).  (IAI,2009 dalam Ari Dewi C, 2011)
Pada tahun 1994 sudah dimulainya perubahan kiblat standar akuntansi yang tadinya berpatokan pada GAAP mulai beralih ke IFRS (International Financial Reporting Standards). IFRS dinilai lebih sesuai dan relevan. Terlebih beberapa tahun silam masyarakat global sempat dikagetnya dengan terjadinya krisis yg di sebabkan kasus Enron di Amerika Serikat. Hal tersebut membuat keraguan para penganut US GAAP semakin besar. Dan mulai berubah haluan dan berlomba lombs menjadikan IFRS sebagai standar Akuntansi internasional dan standar pelaporan keuangan internasional seluruh Negara Negara didunia.
Kebutuhan informasi pengguna, seperti investor dan kreditor, dan kualitas informasi  menjadi fokus dalam usaha penyediaan informasi  yang cukup oleh perusahaan. Agar akuntansi mampu menyediakan informasi yang bermanfaat, ada persyaratan  pengungkapan  minimum. Persyaratan  pengungkapan  minimum terse but akan menentukan kualitas dan kuantitas informasi yang harus disediakan bagi pelaku pasar dan masyarakat umum (Greuning, 2005). Penyusunan pelaporan keuangan suatu entitas didasarkan pada standar akuntansi keuangan yang berlaku di negara tempat entitas tersebut berkedudukan. Oleh karena itu,  perlu adanya standar pelaporan informasi keuangan yang memperhatikan biaya dan manfaat usaha pembuatan pelaporan keuangan. Untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berkualitas dan seragam antar perusahaan yang terdaftar di bursa efek dalam suatu negara, dewan standar akuntansi  yang  ada  di  masing-masing negara  membuat standar  akuntansi keuangan, sehingga ada banyak standar akuntansi di dunia yang berbeda-beda antar negara. Hal ini disebabkan standar akuntansi dipengaruhi oleh 3 macam, yaitu lingkungan ekonomi, lingkungan politik, dan teori akuntansi yang ada dalam suatu negara (Wolk et al., 2007)
Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan. Adanya kebijakan ini pihak yang paling diuntungkan sudah jelas yaitu investor dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Manfaat dari adanya suatu standar global :
a)      Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan yang berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten diseluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local.
b)      Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik.
c)   Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
d) Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi (Immanuela, 2009 )
Manfaat terpenting dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah diharapkan akan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatnya komparabilitas laporan keuangan (relevan) dan transparansi sesuai dengan bukti yang ada (reliable). Salah satunya mengurangi adanya peluang yang memungkinkan munculnya manajemen laba di setiap pelaporan keuangannya.
Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak diluar perusahaan. Dari laporan keuangan tersebut dapat dilihat kinerja dari manajemen perusahaan. Dalam  kaidah  pelaporan  keuangan,  laporan  keuangan  harus  dilaporkan sebaik  mungkin  agar  tidak  menyesatkan  stakeholders.  Namun  pada  prakteknya, akuntansi  sendiri  mengizinkan  manajemen  untuk  melakukan   manajemen  laba. Manajemen laba digambarkan seperti permainan “kedipan” mata antara manajer, auditor  dan  analis  (Levitt  dalam  Elias,  2002).  Fischer  and  Rosenzweig  (dalam Elias,  2002 dan Narendra 2013)  menjelaskan  lebih  spesifik  yaitu  manajemen  laba  adalah  tindakan yang dilakukan manajer divisi yang bertujuan untuk  meningkatkan (menurunkan) pendapatan  yang  dilaporkan  saat  ini  tanpa  kesesuaian  peningkatan  (penurunan) dalam  keuntungan  ekonomik  jangka  panjang  divisi  tersebut.  Manajemen  laba mungkin  lebih  tepat  digambarkan  dengan  kata  “white  lies”,  karena  manajemen melakukan  kebohongan  pelaporan  keuangan  demi  kebaikan  dirinya  sendiri  atau kepentingan shareholders.
Standar akuntansi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan pihak manajemen untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern. Pemberian fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat kebijakan akuntansi membuka peluang untuk perilaku oportunis dan kontrak efisien. Artinya, manajer yang rasional, akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain, manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan expected utility-nya dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku oportunis dan kontrak efisien ini, mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba.
Scott (2006: 344) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Manajemen laba menurut Mulford dan Comiskey (2002), merupakan financial numbers game (permainan angka–angka keuangan) yang dilakukan melalui creative accounting practises akibat adanya kelonggaran flexibility principles yang dikeluarkan oleh GAAP (General Accepted Accounting Principal). 


sumber:

Ankarat, Kalpesh, TP Gosh, Yass. 2012. "Memahami IFRS". Penerbit : Index Jakarta
dan beberapa sumber skripsi dan jurnal yg belum dapat saya tambhkan karena akan diperbaharui kembali secepatnya..

terimakasih

1 komentar:

  1. Merkur Review - Merkur Gold Casino - ChoEgocasino
    Merkur Review by Merkur Gaming · Reviews by online casino 메리트카지노 · Find out more about Merkur gaming, banking and safety. · Learn 샌즈카지노 more about the bonuses 메리트카지노 and

    BalasHapus