I.
Pengertian
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menggunakan istilah Perikatan = “Verbintenis” dan
Persetujuan = “Overeenkomst”. Verbintenis berasal dari kata kerja
Verbinden yang artinya mengikat . Overeenkomst berasal dari kata kerja
“overeenkomen” yang artinya setuju atau sepakat .
Beberapa
definisi para ahli tentang perikatan :
·
Menurut Hofmann :
Suatu hubungan
hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan
seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang
demikian itu
·
Menurut Pitlo :
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak
yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi
·
Menurut Subekti :
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan
itu.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum
dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu
perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan
ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang
dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan
yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu
yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak
melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk
tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Dan syarat sahnya perikatan yaitu
1.
Obyeknya harus
tertentu.
Syarat ini
diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2.
Obyeknya harus
diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
3.
Obyeknya dapat dinilai
dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4.
Obyeknya harus
mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
II.
Dasar hukum
perikatan
Sumber Hukum
Perikatan Pada dasarnya, ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di
Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum
dari Perancis, sedangkan Indonesia mengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum
Perdata Negara Belanda berasal dari Hukum Perdata Perancis (yang terkenal
dengan nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang di Indonesia dengan
di Mesir pada hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya saja yang
membedekannya dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama.
Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-
undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi
lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Contoh dalam
perikatan yang timbul karena perbuatan menurut hukum contohnya; mengurus
kepentingan orang lain secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354,
dan pembayaran yang tak terutang tertera dalam pasal 1359. Contoh dari
perikatan yang timbul dari undang- undang melulu telah tertera dalam pasal 104
mengenai kewajiban alimentasi antara kedua orang tua, misalnya; Ahmad menikah
dengan Fatimah, pada dasarnya Ahmad dan Fatimah hanya melakukan akad nikah,
dengan adanya akad nikah maka timbulah suatu keterikatan yang lainnya yaitu
saling menjaga, menafkahi dan memelihara anak mereka bila lahir nantinya.
Contoh lain dari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai
hukum tetangga; yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang
berdampingan. Selain itu, juga terdapat pula perikatan yang timbul karena
melawan hukum. Contohnya; mengganti kerugian terhadap orang yang dirugikan,
sebagaimana tertera dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang
dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia.
Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen
toedoen).
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang
timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III,
yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara
orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum
tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat
pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat
perbuatan manusia.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela ( zaakwarneming).
III. Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam
Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang
dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
sumber :
http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HUKUMPERDATA/document/HUKUM_PERIKATAN.ppt?cidReq=HUKUMPERDATA