Sebelumnya kita pasti sudah sering mendengar dengan yang namanya IFRS. Apalagi semenjak terjadi krisis di Amerika Serikat Kiprah IFRS di mata dunia semaking menggelora. Negara negara dunia mulai mengadopsi IFRS sebagai Standar akuntansi dan standar pelaporan.
sebenarnya apa sih IFRS itu ?
IFRS adalah adalah standar akuntansi yang diakui secara internasional. yang merupakan produk dari IASB yang kemudian disempurnakan dengan pembentukan baru IASC. tujuan dari komite IASC adalah untung mengembangkan kepentingan publik, standar akuntansi dapat diterima
Kamis, 08 Mei 2014
Sekilas sejarah Komite Standard Akuntansi Internasional (IASC)
IFRS DAN MANAJEMEN LABA
Dalam
era globalisasi semua aspek kehidupan berkembang dengan sangat pesat. Misalnya saja
dalam dunia bisnis, hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai entitas
multinasional. Berbagai transaksi internasional lintas negara pun menjadi
sangat mudah dan sederhana. Namun masalah muncul ketika standar akuntansi yang
dipakai suatu negara berbeda
dengan standar akuntansi yang dipakai
di negara lain. Perbedaaan tersebut akan menghambat
dalam berbagai kegiatan bisnis seperti menukar atau membagi hasil keuangan dari
aktivitas bisnis, menjadi hambatan investasi
antar negara, pelaporan hasil bisnis dan kegiatan lainnya. Lain halnya
jika terdapat keseragaman standar
akuntansi akan memudahkan investor / calon investor dari negara lain memahami laporan keuangan entitas. Maka dari itu dibutuhkan standar
akuntansi universal yang dapat menyajikan informasi akuntansi berkualitas
tinggi, transparan dan dapat diperbandingkan dan diterima oleh para investor, kreditor,
analis keuangan, maupun pengguna laporan keuangan lainnya.
Pada
awal tahun 90-an, entitas di Indonesia masih berkiblat pada GAAP karena saat
itu perkembangan ekonomi Amerika masih menjadi patokan perkembangan bisnis
dunia. Namun seiring perkembangan jaman, standar Akuntansi Indonsia yg
berpedoman pada GAAP sudah tidak relevan lagi, karena GAAP masih menganut
asumsi historical cost. Historical cost
merupakan jumlah kas atau setara
kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk
memperoleh aset pada
saat perolehan atau
konstruksi, atau jika Dapat diterapkan
jumlah yang dapat
diatribusikan langsung ke
aset pada saat
pertama kali diakui sesuai
dengan persyaratan tertentu
didalam PSAK lain
(PSAK 19, revisi
2009). Kelemahan dari historical cost adalah
kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnyaSehingga harus diadakan restorasi
untuk standar akuntansi internasional yg di anut Indonesia. Sedangkan
Standar IFRS lebih
condong pada penggunaan
nilai wajar, terutama
property investasi, beberapa aset
tak berwujud, aset
keuangan, dan aset
biologis. Dengan demikian
maka diperlukan sumber daya yang
kompeten untuk menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan
penilai terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif. Nilai wajar
(fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar
pertukaran asset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham
(knowledgeable) dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi wajar (arm's length transaction). (IAI,2009 dalam Ari Dewi C, 2011)
Pada
tahun 1994 sudah dimulainya perubahan kiblat standar akuntansi yang tadinya
berpatokan pada GAAP mulai beralih ke IFRS (International Financial Reporting
Standards). IFRS dinilai lebih sesuai dan relevan. Terlebih beberapa tahun
silam masyarakat global sempat dikagetnya dengan terjadinya krisis yg di
sebabkan kasus Enron di Amerika Serikat. Hal tersebut membuat keraguan para
penganut US GAAP semakin besar. Dan mulai berubah haluan dan berlomba lombs menjadikan
IFRS sebagai standar Akuntansi internasional dan standar pelaporan keuangan
internasional seluruh Negara Negara didunia.
Kebutuhan
informasi pengguna, seperti investor dan kreditor, dan kualitas informasi menjadi fokus dalam usaha penyediaan
informasi yang cukup oleh perusahaan.
Agar akuntansi mampu menyediakan informasi yang bermanfaat, ada
persyaratan pengungkapan minimum. Persyaratan pengungkapan
minimum terse but akan menentukan kualitas dan kuantitas informasi yang
harus disediakan bagi pelaku pasar dan masyarakat umum (Greuning, 2005).
Penyusunan pelaporan keuangan suatu entitas didasarkan pada standar akuntansi
keuangan yang berlaku di negara tempat entitas tersebut berkedudukan. Oleh karena
itu, perlu adanya standar pelaporan
informasi keuangan yang memperhatikan biaya dan manfaat usaha pembuatan
pelaporan keuangan. Untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berkualitas dan
seragam antar perusahaan yang terdaftar di bursa efek dalam suatu negara, dewan
standar akuntansi yang ada
di masing-masing negara membuat standar akuntansi keuangan, sehingga ada banyak
standar akuntansi di dunia yang berbeda-beda antar negara. Hal ini disebabkan
standar akuntansi dipengaruhi oleh 3 macam, yaitu lingkungan ekonomi,
lingkungan politik, dan teori akuntansi yang ada dalam suatu negara (Wolk et
al., 2007)
Suatu perusahaan akan
memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan
keuangannya. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan
mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan
keuangan. Adanya kebijakan ini pihak yang paling diuntungkan sudah jelas yaitu
investor dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional. Tidak
mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan
yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Manfaat dari adanya suatu standar global
:
a) Pasar
modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan yang berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang
digunakan secara konsisten diseluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi
local.
b) Investor
dapat membuat keputusan yang lebih baik.
c) Perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
d) Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam
mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi (Immanuela, 2009 )
Manfaat terpenting
dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah diharapkan akan meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan, meningkatnya komparabilitas laporan keuangan
(relevan) dan transparansi sesuai dengan bukti yang ada (reliable). Salah
satunya mengurangi adanya peluang yang memungkinkan munculnya manajemen laba di
setiap pelaporan keuangannya.
Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk
mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik
perusahaan. Disamping itu laporan keuangan juga digunakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak diluar perusahaan. Dari
laporan keuangan tersebut dapat dilihat kinerja dari manajemen perusahaan. Dalam kaidah
pelaporan keuangan, laporan
keuangan harus dilaporkan sebaik mungkin
agar tidak menyesatkan
stakeholders. Namun pada
prakteknya, akuntansi
sendiri mengizinkan manajemen
untuk melakukan manajemen
laba. Manajemen laba digambarkan seperti permainan “kedipan” mata antara
manajer, auditor dan analis
(Levitt dalam Elias,
2002). Fischer and
Rosenzweig (dalam Elias, 2002 dan Narendra 2013) menjelaskan
lebih spesifik yaitu
manajemen laba adalah
tindakan yang dilakukan manajer divisi yang bertujuan untuk meningkatkan (menurunkan) pendapatan yang dilaporkan
saat ini tanpa
kesesuaian peningkatan (penurunan) dalam keuntungan
ekonomik jangka panjang
divisi tersebut. Manajemen
laba mungkin lebih tepat
digambarkan dengan kata
“white lies”, karena
manajemen melakukan kebohongan pelaporan
keuangan demi kebaikan
dirinya sendiri atau kepentingan shareholders.
Standar akuntansi
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan pihak manajemen
untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi guna
menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern.
Pemberian fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat
kebijakan akuntansi membuka peluang untuk perilaku oportunis dan kontrak
efisien. Artinya, manajer
yang rasional, akan memilih
kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain,
manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan expected
utility-nya dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku oportunis dan kontrak
efisien ini, mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba.
Scott (2006: 344)
mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: manajemen laba merupakan
pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan yang
ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan. Manajemen laba menurut Mulford dan Comiskey (2002), merupakan financial
numbers game (permainan angka–angka keuangan) yang dilakukan melalui creative
accounting practises akibat adanya kelonggaran flexibility principles
yang dikeluarkan oleh GAAP (General Accepted Accounting Principal). sumber:
Ankarat, Kalpesh, TP Gosh, Yass. 2012. "Memahami IFRS". Penerbit : Index Jakarta
dan beberapa sumber skripsi dan jurnal yg belum dapat saya tambhkan karena akan diperbaharui kembali secepatnya..
terimakasih
Senin, 05 Mei 2014
ANALISIS PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PT HM SAMPOERNA TBK. TAHUN 2012
AKUNTANSI
INTERNASIONAL
ANALISIS
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN
LAPORAN
KEUANGAN PADA PT HM SAMPOERNA TBK.
TAHUN
2012
Disusun
oleh
4EB13
ANANDA PUTRI AULIA 20210634
AWIKA BAHANI 21210236
IMAS MASTUROH 23210481
INDRI NOVITASARI 23210538
MOCHAMMAD HAFIZH 24210439
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap perusahaan pada suatu
periode akan melaporkan semua kegiatan keuangannya dalam bentuk ikhtisar
keuangan atau laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam satu periode
waktu yang telah berlalu (past performance), serta berfungsi sebagai alat
pertanggungjawaban manajemen.
Fenomena
munculnya Good Corporate Governance mulai hangat karena sering
diwacanakan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat, stakeholder,
pemerintah maupun manajemen perusahaan itu sendiri akan perlunya suatu sistem
yang baik dalam meningkatkan transparansi.
Secara
logika, perusahaan yang baik harus mempunyai sistem pengendalian
yang baik, jika itu dilakukan maka perusahaan akan terkendali dan
menghasilkan output yang baik, maka disinilah perlunya Good
Corporate Governance dalam mewujudkan semua itu, namun kenyataannya
penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan khususnya
di Indonesia masih relatif rendah, maka tidak heran jika perusahaan di
Indonesia umumnya belum dapat maksimal secara kualitas.
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis mencoba menganalisis mengenai penerapan prinsip
Good Corporate Governance dengan judul “ANALISIS PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN
KEUANGAN PT
HM SAMPOERNA TBK. TAHUN
2012”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
penulis merumuskan masalah dalam penulisan ini yaitu bagaimana pelaporan dan
pengungkapan laporan keuangan pada PT HM Sampoerna Tbk dilihat dari tata kelola perusahaan?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui tata kelola
perusahaan terhadap praktik pengungkapan akuntansi pada PT HM Sampoerna Tbk.
1.4
Kerangka Pemikiran
Secara umum terdapat lima prinsip
dasar dari Good Corporate Governance yaitu:
1.
Transparency (keterbukaan
informasi)
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2.
Accountability (akuntabilitas)
Yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
3.
Responsibility (pertanggungjawaban),
Yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku.
4.
Fairness (kesetaraan
dan kewajaran)
Yaitu perlakuan yang adil dan setara
di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.”
Hipotesis dalam penulisan ini bahwa
apabila Prinsip Good Corporate Governance diterapkan dengan
baik maka akan berpengaruh terhadap pengungkapan Laporan Keuangan.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengungkapan
(disclosure)
Pengungkapan (disclosure) merupakan upaya transparansi
perusahaan/entitas dalam menyajikan informasi (baik itu keuangan ataupun non
keuangan) kepada para user. User dalam hal ini adalah para pengguna dari
informasi tersebut dalam pengambilan keputusan. Untuk entitas swasta (private)
tentu saja yang menjadi user adalah para kreditor, investor, manajer, karyawan,
dan bahkan pemerintah. Sedangkan user untuk public entity yang saat ini juga
sudah menerapkan upaya transparansi sebagai bentuk akuntanbilitas dari laporan
keuangannya adalah pemerintah bersangkutan, masyarakat, dan investor.
Adapun pengelompokan jenis pengungkapan
informasi antara lain adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan
wajib merupakan pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam
hal ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (contoh:
mandatory disclosure dalam laporan tahunan bagi perusahaan yang go publik dalam
pasar modal Indonesia diatur dalam Kep-38/PM/1996 Tanggal 17 Januari 1996).
Sedangkan pengungkapan sukarela yaitu pengungkapan yang melebihi dari yang
diwajibkan. Pengungkapan
sukarela yaitu pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh
perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Dua jenis pengungkapan
ini dapat ditemui di laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan
yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perlu dibedakan antara laporan keuangan
tahunan dengan laporan tahunan. Perbedaannya adalah laporan keuangan tahunan
hanya menyajikan informasi yang bersifat financial dalam satu tahun buku
sedangkan laporan tahunan men-cover semua informasi keuangan maupun non
keuangan perusahaan sesuai dengan batasan-batasan tertentu dalam satu tahun
buku.
Secara konseptual, pengungkapan
merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Tujuan pengungkapan adalah menyediakan
informasi yang memadai bagi para pengguna untuk dijadikan bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan dalam hal ini dapat dikelompokkan
sebagai pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan
wajib merupakan pengungkapan yang diatur dalam peraturan yang berlaku sedangkan
pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan yang tidak diatur dalam peraturan
yang berlaku. Teori pensignalan (signaling theory) yang melandasi pengungkapan
sukarela ini. Dengan
mengungkapkan informasi yang bersifat private yang tidak diwajibkan, manajemen
berharap informasi tersebut merupakan good news bagi investor atau pemegang
saham dan merupakan bentuk kredibilitas manajemen. Namun pada dasarnya, tingkat
pengungkapan yang tepat tetap harus memperhatikan kos dan manfaat, karena belum
tentu tingginya kos yang dikeluarkan untuk menghasilkan informasi akan seiring
dengan besarnya manfaat yang diterima oleh perusahaan.
Menurut Saarce Elsye Hatane (2007)
ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan yaitu cukup (adequate),
wajar (fair), dan lengkap (full). Pengungkapan cukup adalah yang paling lazim
dipergunakan dari tiga pernyataan itu, meskipun hal ini menyiratkan hanya
pengungkapan minimum yang serasi dengan tujuan negatif untuk membuat laporan
tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih positif.
pengungkapan yang wajar secara tak langsung merupakan tujuan etis agar
memberikan perlakuan yang sama bagi semua user yang berkepentingan dengan
perusahaan. Pengungkapan yang lengkap menyiratkan penyajian semua informasi
yang relevan. Pengungkapan yang layak mengenai informasi yang signifikan bagi
para investor dan pihak lainnya hendaknya cukup, wajar dan lengkap.
2.2 Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan yang Baik dapat didefinisikan sebagai
suatu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan (FCGI,2002) .Tujuan Tata Kelola Perusahaan yang Baik menurut FCGI
(2002) ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (shareholders). Selain tujuan tersebut terdapat tujuan
lainnya yaitu :
1. Pemenuhan tujuan
strategis perusahaan berupa peningkatan nilai saham
dan value perusahaan.
2.
Pemenuhan tanggung jawab kepada stakeholders khususnya komunitas
setempat.
3. Dipatuhinya
kerangka yuridis yang ada.
Tata Kelola Perusahaan yang Baik merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value
added) bagi semua stakeholders yang menekankan pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu
serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan (disclosure) secara
akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Pengertian tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik
dapat dimasukkan dalam dua kategori. Kategori pertama, lebih condong
padaserangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja,
pertumbuhan, struktur pembiayaan, perilaku terhadap para pemegang saham, dan stakeholders.
Kategori kedua lebih melihat pada kerangka secara normatif, yaitu segala ketentuan
hukum baik yang berasal dari sistem hukum, sistem peradilan, pasar keuangan,
dan sebagainya yang mempengaruhi perilaku perusahaan
2.2.1 Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan
Prinsip-prinsip dasar Tata Kelola Perusahaan yang Baik
yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan
terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip Tata Kelola
Perusahaan yang Baik secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan
sebagai berikut (FCGI,2001):
1. Memudahkan akses terhadap
investasi domestik maupun asing.
2. Mendapatkan cost of
capital yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam
meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan
dan kepercayaan dari stakeholders terhadap
perusahaan.
5. Melindungi direksi dan
komisaris dari tuntutan hukum.
Dari berbagai tujuan tersebut, pemenuhan kepentingan
seluruh stakeholders secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya
masing-masing dalam suatu perusahaan, merupakan tujuan utama yang hendak
dicapai. Prinsip-prinsip utama dari Tata Kelola Perusahaan yang Baik yang
menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) adalah :
1. Fairness (keadilan)
Prinsip
keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang
diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan atas asas kewajaran dan kesetaraan.
2. Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi)
Transparansi
adalah pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting
bagi kinerja perusahaan. kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga
obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga
hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainya.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas
menekankan pada pentingnya penciptaan sistem
pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris,
direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan
pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
4. Responsibility (Responsibilitas)
Responsibilitas
adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen
serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini
diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis
dari
adanya
wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari
penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi professional dan menjunjung etika
dan memelihara bisnis yang sehat.
5.
Independency (Independen)
Untuk melancarkan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik,perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organisasi
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik
kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme
ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam
komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan diproses
yang terjadi harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik yang telah dibuat oleh Komite Nasional
Tata Kelola Perusahaan yang Baik hendaknya dijadikan kode etik perusahaan yang
dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk melaksanakan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik secara konsisten dan konsekuen.
2.2.2 Manfaat Tata Kelola Perusahaan
Dengan adanya penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik dalam
suatu
perusahaan maka menghasilkan suatu manfaat yang diperoleh, yaitu :
1.Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya
proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi operasional perusahaan dengan lebih baik, serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada shareholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murah (karena faktor kepercayaan) yang
ada pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholders value dan deviden khusus bagi BUMN akan
membantu penerimaan APBN terutama dari hasil privatisasi.
2.3 Good Corporate Perception Index (CGPI)
Good Corporate Perception Index (CGPI) merupakan program riset serta pemeringkatan
penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia. CGPI diikuti oleh Perusahaan Publik (emiten), BUMN, Perbankan, dan
Perusahaan Swasta lainnya. Program CGPI ini telah diselenggarakan secara
konsisten pada setiap tahunnya sejak tahun 2001. CGPI diselenggarakan oleh The
Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) sebagai lembaga
swadaya masyarakat independen yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000
bekerjasama dengan Majalah SWA sebagai mitra media publikasi. Selain itu IICG
juga bekerjasama dengan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
Lembaga ini memiilki tujuan untuk memasyarakatkan konsep, praktik, dan manfaat
Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) kepada
dunia usaha khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
CGPI akan menilai
faktor-faktor berikut :
1. Komitmen yang menunjukkan wujud kesungguhan organ
perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik, dan kesungguhan
ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
2. Transparansi yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menyampaikan berbagai informasi tentang perusahaan secara
tepat waktu dan akurat, termasuk informasi tentang proses merumuskan,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi yang dilakukannya, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk
ikut melakukannya.
3. Akuntabilitas yang menunjukkan kesunguhan organ
perusahaan dalam mempertanggung jawabkan seluruh proses pencapaian kinerja
secara transparan dan wajar, termasuk mempertanggung jawabkan seluruh proses
dalam merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi, dan kesungguhan
ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
4. Responsibilitas yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan dan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, termasuk dalam menjamin
terlaksananya proses perumusan, implementasi serta evaluasi strategi secara
bertanggung jawab, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong
anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
5. Independensi yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menjamin tidak adanyan dominasi atau intervensi dari satu
partisipan terhadap partisipan lainnya, termasuk dalam menjamin tidak adanya
dominasi dan intervensi dari satu partisipan manapun dalam proses merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat
dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
6. Keadilan yang
menunjukkan kesungguhan organ perusahaan memperhatikan kepentingan pemegang saham
(shareholders) dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder),
termasuk dalam memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholder
dalam proses merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melaksanakannya.
7. Kompetensi yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menunjukkan kemampuannya untuk menggunakan otoritasnya sesuai dengan
peran dan fungsinya, inovatif dan kreatif, termasuk menunjukkan kemampuannya
untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi secara tepat,
dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan
yang melakukannya juga.
8. Kepemimpinan yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menunjukkan corak
kepemimpinan yang dapat mentransformasikan organisasi kearah yang lebih baik,
termasuk dalam menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat membimbing organisasi yang
merumuskan corak kepemimpinan yang dapat membimbing organisasi untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini
dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
9. Kemampuan
Bekerjasama yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam menunjukkan
kemampuan bekerjasamanya untuk mencapai tujuan bersama secara bermartabat,
termasuk dalam menunjukkan kemampuan bekerjasamanya untuk merumuskan, mengimplementasikan,
dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
10. Visi, Misi dan Tata Nilai yang menunjukkan
kesungguhan organ perusahaan untuk memahami pokok-pokok yang terkandung di
dalam pernyataan visi, misi dan tata nilai perusahaan yang akan menjadi panduan
bagi perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
yang dilakukannya, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong
menumbuhkan keinginan dihati para anggota perusahaan untuk mencapai pokok-pokok
tersebut.
11. Moral dan Etika yang menunjkkan kesungguhan organ
perusahaan dalam menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap proses
bisnis sesuai dengan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik, termasuk dalam
proses merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk
ikut melakukannya.
12.Strategi yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
sebagai respon terhadapa perubahan agar perusahaan dapat mempertahankan kinerjanya
secara berkelanjutan, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta mendorong
anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Profil
Perusahaan
Pada tahun 1913, Liem
Seeng Tee dan istrinya Siem
Tjiang Nio, imigran Tionghoa dari Fujian, Tiongkok memulai kegiatan produksi rokok secara
komersial sebagai industri rumah tangga. Pada tahun 1930, industri rumah
tangga ini diresmikan secara resmi dengan nama NVBM Handel Maatschapij
Sampoerna.
Perusahaan ini meraih kesuksessan dengan merek Dji Sam Soe pada tahun 1930-an hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942 yang memporak-porandakan bisnis
tersebut. Setelah masa tersebut, putra Liem, Aga
Sampoerna mengambil alih
kepemimpinan dan membangkitkan kembali perusahaan tersebut dengan manajemen
yang lebih modern. Nama perusahaan juga berubah seperti namanya yang sekarang
ini. Selain itu, melihat kepopuleran rokok cengkeh di Indonesia, dia memutuskan
untuk hanya memproduksi rokok kretek saja. PT HM Sampoerna Tbk.
resmi didirikan pada tahun 1963. Generasi
berikutnya, Putera
Sampoerna adalah generasi
yang membawa HM Sampoerna melangkah lebih jauh dengan terobosan-terobosan yang
dilakukannya, seperti perkenalan rokok bernikotin rendah, A Mild dan perluasan
bisnis melalui kepemilikan di perusahaan supermarket Alfa, dan untuk suatu saat, dalam bidang
perbankan. Pada tahun 2000, putra Putera,
Michael, masuk ke jajaran direksi dan menjabat sebagai CEO. Pada Mei 2005, perusahaan ini
kemudian diakuisisi oleh Philip Morris International.
PT HM Sampoerna Tbk. / PT Hanjaya
Mandala Sampoerna (HMSP)
adalah perusahaan rokok terbesar di Indonesia.
Kantor pusatnya berada diSurabaya, Jawa Timur.
3.2
Analisis Pelaporan dan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada PT Sampoerna Agro, Tbk. Dilihat
dari Tata Kelola Perusahaan
Menurut Good
Corporate Perception Index (CGPI) menilai tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
beberapa faktor , yaitu :
1. Komitmen
yang menunjukkan wujud kesungguhan organ perusahaan.
Salah
satu kunci kesuksesan Sampoerna adalah ketaatan terhadap prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik. Sebagai perusahaan publik, sekaligus sebagai
afiliasi PMI (PhilipMorris International Inc.) penerapan tata kelola perusahaan
yang baik menjadi suatu keharusan bagi Sampoerna.
Sampoerna
menetapkan standar kepatuhan dan integritas yang sangat tinggi dalam
menjalankan usaha. Aturan berperilaku (code of conduct) yang diterapkan
pada seluruh afiliasi PMI, termasuk Sampoerna, dikomunikasikan kepada karyawan
Sampoerna pada seluruh tingkatan organisasi. Program pelatihan diadakan secara berkala
dan partisipasi karyawan dimonitor dengan ketat.
2.
Transparansi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam menyampaikan
berbagai informasi tentang perusahaan.
Kami laporkan bahwa Sampoerna kembali mengalami tahun
cemerlang sepanjang 2012, dengan pencapaian rekor penjualan yang melebihi 100
miliar batang, ditambah berbagai pencapaian lain di banyak bidang. Pertumbuhan
volume penjualan kami mencapai 107,7 milyar batang, yang melampaui volume
penjualan industri tembakau Indonesia yang naik 8,2% menjadi 302,5 miliar
batang. Secara keseluruhan, kehadiran kami di pasar rokok Indonesia semakin
terasa dengan pangsa pasar 35,6%2). Prestasi ini mencerminkan manajemen
keuangan yang andal, ketangkasan dalam merespons dinamika pasar dan portofolio produk
yang kompetitif. Kelompok merek utama kami dalam portofolio produk perusahaan
mencatatkan pertumbuhan volume yang kuat dan mempertahankan posisi dalam daftar
10 merek teratas pasar rokok Indonesia.
3. Akuntabilitas yang menunjukkan kesunguhan
organ perusahaan dalam mempertanggung jawabkan seluruh proses pencapaian
kinerja
Secara internal kami terus meningkatkan proses dan
efisiensi dengan menerapkan program peningkatan secara konsisten, sehingga
menghasilkan peningkatan produktivitas di seluruh organisasi serta mendukung
kapasitas bagi pertumbuhan jangka panjang. Kami terus memfokuskan perhatian
pada karyawan, dilandasi kesadaran bahwa karyawan adalah bagian terpenting dari
Sampoerna, dan kesuksesan masa depan bergantung pada mereka. Kami konsisten
berinvestasi dalam mengembangkan potensi mereka dan mendukung aspirasi karier
mereka melalui program pelatihan, proyek dan penugasan internasional.
Dalam upaya kami mencapai target pertumbuhan jangka panjang,
kami senantiasa berkomitmen terhadap peran sebagai warga usaha yang bertanggung
jawab dan terus menyuarakan pandangan kami mengenai berbagai topic penting
seperti regulasi tembakau, tata kelola perusahaan dan kebijakan fiskal, untuk
mendukung kepentingan kesehatan masyarakat maupun pemerintah.
4.
Responsibilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam menjamin
terlaksananya peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan,
Tanggung Jawab sosial yang dilakukan oleh PT HM
Sampoerna Tbk Memberdayakan Masyarakat Setempat Sampoerna mendukung
program-program untuk mengembangkan usaha kecil dan menumbuhkan usaha
yang sudah berjalan. Dukungan tersebut diberikan oleh PPK Sampoerna
yang didirikan tahun 2007 di Pasuruan, Jawa Timur, dan melalui kerja
sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk lembaga pemerintah, akademisi,
badan usaha dan masyarakat. Selama lima tahun terakhir, Sampoerna melalui
PPK Sampoerna telah mendapat pengakuan sebagai pemrakarsa kewirausahaan,
terutama dalam mendukung pendirian usaha kecil.
Penanggulangan Bencana, berada di antara dua lempeng bumi serta di Jalur
Cincin Gunung Berapi membuat Indonesia tidak pernah lepas dari ancaman
bencana. Pada tahun 2012, tim Sampoerna Rescue genap telah 10 tahun
berkiprah dalam penanganan bencana di Indonesia dan terus memainkan
peran aktif tanggap bencana.
Keselematan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja Sampoerna berkomitmen untuk menyediakan tempat kerja yang
aman, kesehatan dan keamanan, serta fasilitas area kerja yang memadai,
pencegahan cidera dan sakit, pencegahan pencemaran lingkungan dan mengurangi
ancaman keamanan bagi karyawannya. Keberhasilan suatu komitmen tergantung pada
keterlibatan seluruh karyawan dengan menerapkan praktek-praktek terbaik dari
kualitas, lingkungan, kesehatan, keselamatan dan keamanan di Sampoerna, dengan
:
Meminimalkan konsumsi sumber daya alam dan mengurangi
dampak lingkungan dalam kegiatan bisnis Menggalakkan kegiatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dalam bisnis kami, termasuk Keselamatan Armada, Keselamatan
Manufaktur, Keselamatan setiap penyelenggaraan acara Sampoerna dan program
Kesehatan Kerja.
BAB IV
KESIMPULAN
Tata Kelola Perusahaan pada Laporan Tahunan tahun 2012
PT HM Sampoerna Tbk dikatakan baik , karena dari faktor-faktor yang diungkapkan
menurut lembaga Good Corporate Perception Index (CGPI) , keempat faktor
tersebut terdapat pada laporan tahunan PT HM Sampoerna Tbk seperti tanggung
jawab sosial yang diterapkan di perusahaan sudah sangat berkembang pesat serta
mendapat penghargaan sebagai pemrakarsa kewirausahaan tahun 2012.
DAFTAR
PUSTAKA
Choi, Frederick. D. S. dan Gary K. Meek.2012.International
Accounting Edisi 6 Buku 1.Jakarta:Salemba Empat
Hermanda,
Carina. 2010. “Penerapan Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan”. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional.
Ramadhani,
Fitra. ____. “Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Governance Dan Growth
Opportunity Pada Harga Saham Perusahaan Dalam Daftar CGPI Yang Dirilis IICG
Periode 2005 – 2008”. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Langganan:
Postingan (Atom)